Selasa, 30 Oktober 2012

Gejolak Psikologis Remaja

Remaja pada jaman sekarang dikatakan sebagai remaja modern karena mereka menjadi suatu kelompok usia terpisah yang memberikan diri dari kelompok usia anak-anak dan dewasa. Gejolak psikologis yang mereka alami terekspresikan keluar dalam berbagai bentuk dekadensi. Mereka jadi sulit di atur dan sering bentrok dengan orang tua. Guru dan pihak sekolah pun kesulitan untuk mengontrol pergaulan mereka. Remaja-remaja ini berkumpul dengan teman-teman seusia mereka dan menciptakan budaya teman sebaya (peer culture). Mereka merasa lebih dekat dengan teman-teman seusia mereka yang memiliki karakteristik yang sama dengan mereka. Mereka juga kurang mau mendengarkan orang tua dan orang-orang yang lebih dewasa dari mereka yang semakin hari semakin jarang berinteraksi dengan mereka dan tidak memahami gejolak perasaan mereka. Kondisi mereka yang labil seringkali mendorong teman sebayanya (peer pressure) yang cenderung menjatuhkan mereka ke berbagai hal negatif, seperti rokok, narkoba, sex bebas, kekerasan dan pergaulan bebas.

                                               







Sangat miris sekali gejolak yang terjadi pada fase remaja ini, maka dari itu peranan orang tua, guru dan orang-orang dewasa disekitar mereka sangat dibutuhkan. Biasanya orang-orang dewasa ini bingung bagaimana seharusnya menyikapi anak-anak remaja. Mau disikapi sebagai orang dewasa, mereka ternyata belum terlalu matang dan masih banyak membutuhkan bimbingan. Mau disikapi sebagai anak kecil, sangat tidak mungkin lagi mengingat perkembangan fisik mereka yang mulai menunjukkan ciri-ciri orang dewasa. akibatnya, kelompok usia remaja semakin terasing dari dunia orang dewasa yang idealnya bisa membimbing mereka menuju kematangan dan kemandirian pribadi.

Ketika memasuki usia remaja (puber), setiap anak mengalami perubahan yang signifikan pada fisiknya, terutama yang terkait pada organ-organ seksualnya. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan kecanggungan pada diri remaja karena mereka harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tadi. Perubahan-perubahan ini harus diberi bimbingan dan dukungan dari orang tua.

Perubahan fisik yang dibarengi dengan perubahan psikologis yang dialami oleh remaja. Pada diri mereka mulai muncul perasaan untuk mencari jati diri mereka. Jika pada masa kanak-kanak mereka tidak pernah berpikir untuk mencari jati diri mereka sendiri, maka pada masa remaja muncul lah pertanyaan-pertanyaan seperti "siapa diri saya?" dan "apa tujuan hidup saya?" menjadi suatu persoalan yang sangat penting. Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sangatlah wajar bagi setiap orang yang memasuki fase remaja. Karena pada fase remaja sudah harus mulai mandiri, termasuk dalam hal identitas atau jati diri. Pertanyaan tersebut dapat menjadi suatu bumerang bagi mereka apabila pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab dengan baik.

Berkenaan dengan persoalan jati diri ini, Jane Kroger mengatakan bahwa "Remaja agaknya merupakan suatu saat ... ketika seseorang dihadapkan dengan persoalan definisi diri". Sementara Kathleen White dan Joseph Speisman dalam buku mereka, Remaja, menjelaskan bahwa remaja cenderung, "bergelut dengan isu mengenai siapa dirinya dan kemana tujuannya". begitu seriusnya mereka dengan persoalan ini sehingga "barangkali hanyalah pada masa remaja saja individu dapat menjadi ahli filsafat moral yang tersendiri.

Sayangnya, hanya segelintir remaja yang benar-benar lulus sebagai "ahli filsafat moral", sementara sebagian besar lainnya justru semakin bingung dan tidak peduli dengan apapun yang ada di sekitarnya. Banyak uyang gagal dalam menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang penting dan sangat mendasar tadi. Kegagalan dalam definisi diri membuat remaja mengalami "kebingungan Peran" (role confusion) saat mecari model peran yang diikuti.

Model peran orang tua yang ideal dimasa kanak-kanak mulai mereka jauhi, terutama orang tua yang bermasalah. Remaja mulai melihat model-model peran dan identiras di luar keluarganya. Terjadi kebingungan  karena terlalu banyak pilihan peran dan nilai-nilai yang saling bertentangan satu sama lain. Bagi mereka yang tidak mendapatkan bimbingan agar dapat menentukan pilihan yang terbaik bagi kehidupan mereka sendiri. Kurang nya bimbingan , membawa remaja pada kondisi labil, rentan, dan mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Akhirnya, banyak remaja yang terjerumus pada pergaulan bebas , sex bebas, narkotika , dan kekerasan.

Situasi seperti ini menjadi semakin buruk , karena para pengusaha bisnis hiburan atau yang disebut kaum kapitalis ini mencari keuntungan sebesar-besarnya dari remaja yang labil. para pengusaha bisnis melihat para remaja itu mendatangkan suatu permintaan (demand) dan peluang bisnis. Mereka kemudian memberiikan penawaran (supply) berupa artis dan selebritis yang memberikan identitas semu melalui film dan musik. Karena banyak remaja yang menapresiasikan para selebritis karena film, musik dan model-model karakter yang mereka anggap menarik dan pada akhirnya remaja meniru dan mengikuti model-model tersebut. Peniruan yang mereka lakukan tidak dapr menyelesaikan gejolak permasalahan pada diri mereka, melainkan mendatangkan bumerang baru dalam kehidupan mereka. Permasalahan yang terjadi pada gejolak remaja ini mendatangkan keuntungan yang besar bagi kaum kapitalis atau pengusaha hiburan, mereka akan mengalami akumulasi modal , dan sebaliknya para remaja akan mengalami akumulsi krisis.


Dengan banyaknya persoalan ini, sudah seharusnya pendidikan remaja ditingkatkan agar mereka mempunyai solusi terbaik dalam meredakan keadaan labil mereka yang penuh gejolak tadi. Sudah seharusnya kita mengevalusi posisi remaja yang dikatikan dengan sifat-sifat manusiawi dan alamiah yang seharusnya ada pada diri manusia disetiap fase nya. Adanya fase usia remaja pada jaman modern ini sebetulnya bersumber dari penundaan kedewasaan yang dipaksakan oleh masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar